Tolak Proyek Cloud untuk Israel, 50 Karyawan Google Akhirnya Dipecat

Admin CPG, Jakarta – Google menjalin kerja sama dengan Israel lewat kontrak Project Nimbus untuk layanan komputasi awan atau cloud. Kontrak itu dijalankan dengan nilai sebesar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 19,4 triliun. Tindakan Google bekerja sama dengan Israel mendapat kecaman dari sekelompok karyawan, bahkan penolakan ini berujung demo dengan tajuk “No Tech for Apartheid”.

Demo berlangsung pada Selasa, 16 April 2024 lalu. Karyawan menduduki dua kantor Google yang berada di New York dan California. Aksi demo itu dilakukan hingga malam dan berujung pembubaran paksa oleh petugas keamanan. Beberapa karyawan yang mengikuti bahkan sempat ditahan oleh pihak berwajib.

“Kami bekerja di Google bukan untuk membuat teknologi yang mematikan. Dengan terlibat dalam kontrak ini, pemimpin telah mengkhianati kepercayaan dan kemanusiaan kami,” kata salah seorang karyawan yang melakukan demo, Billy Van Der Laar. 

Billy termasuk karyawan yang sempat ditahan oleh pihak berwajib ketika demo berlangsung hingga Selasa malam itu. Dia merupakan insinyur perangkat lunak Google di Sunnyvale, California. Sejak 2021 dirinya telah menolak pengerjaan cloud untuk Israel. Namun nyatanya kerja sama bernama Project Nimbus ini terus berlanjut, dan perang terkini Israel-Palestina di Gaza memicu sekelompok karyawan menggelar demonstrasi.

Karyawan lain yang menolak, Vidana Abdel Khalek, berpendapat bahwa kerja sama yang dilakukan Google dengan Israel untuk teknologi cloud sama halnya mendukung genosida. “Saya insinyur perangkat lunak Google Cloud, menolak membangun teknologi yang mendukung genosida,” katanya seraya menambahkan, “Project Nimbus membahayakan Palestina.”

Demo Berujung Pemecatan

Belakangan, unjuk rasa itu berbuntut pemecatan. “Pemecatan juga dilakukan kepada orang-orang yang tidak ikut berpartisipasi,” kata Juru Bicara Aksi No Tech for Apartheid, Jane Chung.

Iklan

Sedikitnya 50 karyawan dipecat imbas aksi demo ini. Angkanya bertambah dari data sebelumnya yang menyebutkan 28 orang. Google berdalih demo disertai aksi perusakan dan mengambil alih ruang kantor.

“Mereka secara fisik menghambat pekerjaan karyawan lain. Perilaku mereka (massa aksi) tidak bisa diterima dan sangat mengganggu,” kata Google melalui memo tertulis yang dibagikan ke karyawan. 

THE VERGE

Pilihan Editor: Penelitian Tak Tuntas Sesar Gempa IKN dan Syarat TOEFL dari PT KAI di Top 3 Tekno