Letusan dan Awan Panas Gunung Semeru Terus Meningkat Sejak 2021, Ini Penjelasan Badan Geologi

Admin CPG, Lumajang – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan letusan dan hembusan awan panas Gunung Semeru terus meningkat dari waktu ke waktu. Dengan jarak luncur yang bervariasi, arah awan panas itu relatif sering menuju ke tenggara, persisnya ke arah Jembatan Sungai Besuk Kobokan di Desa Sumberwuluh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.  

Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi, Hendra Gunawan, mengatakan indikasi peningkatan itu didasari data letusan Gunung Semeru sejak 2021 hingga sekarang ini. “Hingga sekarang, erupsi masih terjadi terus menerus dan menghasilkan gas serta material batuan di sekitar kawah atau puncak,” katanya melalui keterangan tertulis, Selasa, 16 April 2024.  

Menurut Hendra, sebagian erupsi ke arah lereng turut membentuk endapan yang berpotensi menjadi awan panas guguran, jika batas kestabilannya telah terlewati. Dia menyebut akumulasi material hasil erupsi juga berpotensi menjadi guguran lava pijar atau awan panas. Guguran itu terendap di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Semeru.

“Berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan,” tutur Hendra. Endapan bersuhu tinggi itu juga bisa menjadi erupsi sekunder bila bertemu air sungai.

Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga menyatakan aktivitas kegempaan di Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, gempa guguran, gempa tremor harmonik, dan gempa vulkanik dalam.

Rekaman data soal vulkanik dalam dan tremor harmonik yang kian intensif mengindikasikan tingginya suplai magma dari bawah permukaan Gunung Semeru. Aktivitas itu juga terjadi bersamaan dengan pelepasan material ke permukaan, serta penumpukan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Seloko.

Data getaran banjir juga mengindikasikan pergerakan lahar di aliran sungai yang berhulu di Semeru, terutama yang mengarah ke aliran Besuk Kobokan. Sejak munculnya awan panas Gunung Semeru pada 28 Maret 2024—terjadi menjelang sore pukul 15.18 WIB—yang diikuti oleh lahar, aktivitas Semeru masih sangat tinggi.

 

Belum Usai Gejolak Semeru

Iklan

Hingga 15 April 2024, aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava Gunung Semeru masih terjadi. Namun, gejolak itu jarang teramati secara visual karena kendala cuaca yang berkabut. Namun, suara gemuruh terdengar saat terjadi letusan.

Yang bisa diamati adalah asap kawah utama berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang. Ketinggian asap itu sekitar 50-300 meter dari puncak.

Jumlah dan jenis gempa yang terekam masih didominasi oleh jenis gempa permukaan, seperti letusan, hembusan, dan guguran. Gempa vulkanik dalam dan tremor Hharmonik terekam lebih intensif. Gempa yang terkait dengan kejadian lahar juga beberapa kali terekam.

Rekomendasi Pencegahan Dampak Erupsi Gunung Semeru

Berdasarkan analisis dan evaluasi Badan Geologi, Gunung Semeru tetap pada Level III atau Siaga. Dalam kondisi itu, pemerintah menyarankan masyarakat lokal, pengunjung, dan wisatawan untuk menghindari sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan. Letaknya 13 kilometer dari pusat erupsi.

Di luar jarak tersebut, masyarakat juga disarankan tidak beraktivitas dalam jarak 500 meter dari tepi sungai, tepatnya di sepanjang Besuk Kobokan, karena berpotensi dilanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak. Masyarakat juga diminta tidak berkegiatan dalam radius 5 kilometer dari kawah Gunung Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu.

Masyarakat perlu mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai dan lembah yang berhulu di puncak Seru. Sungai yang dimaksud, antara lain Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. Ada juga potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.

Pilihan Editor: Kupatan Kendeng 2024 Singgung Bencana Banjir Jawa Tengah dan Proyek Strategis Nasional