Admin CPG, Bandung – Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan, data rekaman kegempaan yang dihasilkan dari aktivitas Gunung Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, tremor harmonik, serta gempa vulkanik dalam.
“Gempa vulkanik dalam dan tremor harmonik yang semakin intensif terekam mengindikasikan semakin intensifnya suplai magma dari bawah permukaan Gunung Semeru bersamaan dengan pelepasan material ke permukaan serta adanya proses penumpukan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Seloko,” kata dia, dalam keterangannya, Selasa, 16 April 2024.
Data rekaman peralatan pemantau Gunung Semeru juga mendapati kejadian getaran banjir yang mengindikasikan adanya kejadian lahar di aliran sungai yang berhulu di Gunung Semeru, terutama yang mengarah ke aliran Besuk Kobokan. “Gempa yang berasosiasi dengan kejadian lahar beberapa kali terekam,” kata Wafid.
Wafid menambahkan bahwa peralatan Tiltmeter di Stasiun Argosuko dan Stasiun Jawar, serta data GPS menunjukkan pola inflasi di tubuh gunung tersebut. “Pola inflasi baik di bagian bawah maupun bagian atas tubuh Gunung Semeru yang berkorelasi dengan terus terjadinya perpindahan tekanan dari dalam tubuh gunung api ke permukaan bersamaan dengan keluarnya material saat terjadi erupsi dan hembusan,” kata dia.
Badan Geologi masih mempertahankan status aktivitas Gunung Semeru berada di Level III atau Siaga dengan penambahan rekomendasi menyesuaikan potensi ancaman bahayanya. Adapun rekomendasi tersebut adalah untuk menghindari aktivitas apa pun di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan sejauh 13 kilometer dari puncak gunung.
Masyarakat juga diminta tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai sepanjang Besuk Kobokan hingga jarak 17 kilometer dari puncak. Warga juga diminta agar tidak beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah karena rawan bahaya lontaran batu pijar.
Masyarakat juga diminta mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama di sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. Lahar juga berpotensi terjadi di sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Iklan
Wafid mengatakan, sejak 2021 hingga saat ini terus terjadi letusan dan awan panas dengan arah relatif ke tenggara ke arah Besuk Kobokan dengan jarak luncuran awan panas yang bervariasi. “Hingga sekarang, erupsi masih terjadi menerus, menghasilkan gas serta material batuan di sekitar kawah/puncak dan sebagian gugur ke arah lereng membentuk endapan yang berpotensi menjadi awan panas guguran jika batas kestabilan telah terlewati,” kata dia.
Aktivitas Gunung Semeru terakhir tercatat terjadi pada 28 Maret 2024 pada pukul 15.18 WIB, yakni terjadinya awan panas yang diikuti kejadian lahar. Pemantauan visual termati asap berwarna putih dan kelabu di kawah utama dengan intensitas tipis hingga sedang tinggi dengan ketinggian 50-300 meter. Letusan dan guguran lava yang terjadi jarang termati karena terkendala cuaca berkabut, kendati kerap terdengar suara gemuruh saat terjadi letusan.
“Material guguran lava dan atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan. Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder,” kata Wafid.
Gunung Semeru di Jawa Timur memiliki ketinggian 3.744,5 meter di atas permukaan laut merupakan gunung api bertipe vulkanian dan strombolian. Gunung tersebut memiliki kubah lava Jonggring Saloka. Proses penghancuran kubah lava gunung tersebut mengakibatkan terjadinya awan panas guguran yang merupakan karakteristik Gunung Semeru.
Pilihan Editor: Dekan Unas Dituduh Catut Nama Dosen UMT di Jurnal, Pahami Perbedaan Jurnal SINTA dan Jurnal Scopus